Lokasi Anda saat ini adalah:Catur Sentosa Adiprana > News

Upacara Adat Mitoni Menjaga Tradisi dan Mengedukasi

Catur Sentosa Adiprana2024-12-10 04:47:40【News】0rakyat jam tangan

Perkenalanjp paus hkMenyediakan konten berita menarik dalam dan luar negeri yang komprehensif,GONDOKUSUMAN - Meskipun zaman telah berkembang sedemikian modern, namun sebagian warga Kota Yogyakar nuke gaming slot

GONDOKUSUMAN - Meskipun zaman telah berkembang sedemikian modern,nuke gaming slot namun sebagian warga Kota Yogyakarta tidak meninggalkan budaya dari adat istiadat yang turun temurun masih berjalan hingga saat ini. Salah satunya upacara adat dan tradisi ‘Mitoni’.

Selaras dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta menyelenggarakan Upacara Adat Daur Hidup ‘Mitoni’ di Hotel Kimaya, Jalan Sudirman Yogyakarta, Senin (26/2).

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti mengatakan, pemerintah selalu berupaya mempertahankan nilai-nilai adat dan tradisi Kebudayaan Jawa agar terjaga dan berkembang dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kota Yogyakarta Yetti Martanti pada kesempatan tersebut mengikuti upacara siraman atau memandikan air tujuh rupa kepada calon ibu.

Yetti menjelaskan, Mitoni atau ‘amitoni’ berasal dari kata ‘am’ yang berarti melaksanakan dan ‘pitu’ yang berarti suatu kegiatan yang dilakukan pada hitungan ketujuh. 

Sehingga, Mitoni ini merupakan tradisi yang dilakukan masyarakat Jawa ketika kehamilan menginjak usia tujuh bulan. 

Selain memohon keselamatan bagi sang jabangbayi atau anak, juga meminta doa agar sang ibu diberikan kelancaran dalam melewati proses kelahiran.

“Nilai budaya adiluhung yang dimiliki seperti upacara adat Mitoni ini bisa dilaksanakan oleh masyarakat. Sehingga, syiar budaya dapat dinikmati sebagai  media informasi kepada masyarakat lainnya secara lebih luas,”jelas Yetti.

Upacara Mitoni dilaksanakan di Hotel Kimaya Jalan Sudirman Yogyakarta pada Senin (26/2).

Yetti berharap, dengan berkembangnya zaman, upacara adat Mitoni ini terus menyesuaikan perkembangan zaman tapi tidak mengurangi substansi nilai budaya yang sudah ada sejak berabad-abad tahun lamanya.

“Semoga anak muda terutama dapat melestarikan adat istiadat yang sudah ada namun tidak menghilangkan substansi nilai budaya yang sudah ada sejak dahulu,”ujarnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta Aman Yuriadijaya berharap, upacara Mitoni ini terus dijalankan oleh warga Kota Yogyakarta. 

Selain nguri-nguri kebudayaan Jawa, upacara Mitoni juga sebagai bentuk edukasi terhadap nilai-nilai budaya.

“Upacara adat istiadat yang ada sejak dulu ini wajib diselenggarakan. Selain mengandung edukasi, kegiatan ini memberikan manfaat bagi yang menjalankannya,”ujarnya.

Aman juga mengatakan, keberlangsungan adat istiadat yang ada juga didukung oleh Kelurahan Budaya/Rintisan Kelurahan Budaya (RKB) yang ada di Kota Yogyakarta.

“Mari bersama-sama berusaha mendorong upacara tradisi yang pastinya juga didukung oleh RKB yang ada di Kota Yogyakarta. Sehingga, Kota Yogyakarta yang merupakan Kota Pariwisata ini memiliki potensi yang sangat besar. Sehingga mampu mendatangkan wisatawan untuk belajar adat istiadat yang ada disini dan dapat meningkatkan ekonomi kota yang berkelanjutan,,”jelasnya.

Setelah melaksanakan siraman, calon ibu kemudian mengeringkan badan dan berbalut kain dilanjutkan dengan memutus lawe atau lilitan benang atau janur pada sang ibu.

Selanjutnya, Ketua DPD Harpi Melati DIY, Listiani Sintawati menjelaskan, ada beberapa tahapan dalam upacara mitoni yakni meliputi, sungkeman yang dilakukan oleh calon ibu kepada orangtua, mertua, dan suami. 

Dilanjutkan dengan upacara siraman atau mandi air. Dimana air yang digunakan berasal dari tujuh sumber mata air. Selanjutnya, calon ibu kemudian mengeringkan badan dan berbalut kain.

Kain yang digunakan akan bergantian sebanyak tujuh busana. Dimana sang ibu menggunakan kain panjang dan kemben sebanyak tujuh buah dengan motif yang berbeda dan memiliki makna yang berbeda.

Tak berhenti sampai disitu, upacara tersebut dilanjutkan dengan brojolan atau upacara memasukkan telur ayam kampung ke dalam kain calon ibu dan dilanjutkan memutus lawe atau lilitan benang atau janur.

Lanjutnya, kedua belah pasang ibu memasukkan kelapa gading muda  yang telah digambari Kamajaya dan Dewi Ratih, atau Arjuna dan Sembadra untuk memprediksi jenis kelamin jabang bayi.

Selanjutnya, acara mitoni tersebut diakhiri dengan berjualan rujak dan makan bersama.

Acara mitoni diakhiri dengan berjualan rujak dan makan bersama.

“Yang dipersiapkan disini tidak harus sama persis. Disesuaikan dengan kondisi yang ada dan bisa dilakukan sesederhana mungkin. Sehingga tidak memberatkan kedua belah pihak. Namun ada dua tahapan yang wajib dilakukan yakni siraman dan nigas janur. Semoga ini bisa dilestarikan dengan upacara yang sederhana namun memiliki nilai dan makna bagi sang ibu serta keluarga,”ungkapnya.

Saat ditemui selesai acara, Tulus Widodo dari Kelurahan Budaya Gedongkiwo mengungkapkan, apa yang dipelajari dalam upacara Mitoni yang dilaksanakan oleh Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, nantinya akan disebarluaskan melalui kegiatan sosialisasi di Kelurahan Budaya Gedongkiwo.

Pihaknya menjelaskan, di Kelurahan Budaya Gedongkiwo juga melaksanakan kegiatan pelestarian adat istiadat salah satunya Merti Kali, Kupatan serta tahun ini akan dilaksanakan upacara adat Tedhak Siten.

Tak lupa calon orang tua membagikan rujak kepada sanak saudara tanda rasa bahagia dan bersyukur akan datangnya sang buah hati.

“Saya sangat menikmati dan ikut belajar step by step upacara Mitoni tersebut. Nantinya akan kita sebarluaskan ke masyarakat melalui sosialisasi. Sampai saat ini ada yang melakukan prosesi upacara adat istiadat di  Kelurahan Budaya Gedongkiwo. Walaupun tidak megah, upacara adat istiadat dilakukan dengan sederhana tapi bermakna. Semoga ini terus dilestarikan ke generasi muda,”ungkapnya. (Hes)

Besar!(3)